Merespon Adanya Kurikulum Prototipe

        


            Perubahan kurikulum adalah suatu keniscayaan. Begitu pula wacana perubahan kurikulum yang akan diterapkan di tahun ajaran baru 2022-2023 nanti.  Perubahan ini tentu bertujuan untuk hijrah ke kondisi yang lebih baik. Meskipun setiap perubahan pasti menimbulkan gejolak, namun kita semua berharap bahwa adanya kebijakan ini sudah berdasarkan hasil riset, serta evaluasi dan refleksi tentang implementasi kurikulum yang sebelumnya.

Konsep Kurikulum 2013 selama ini sudah sangat bagus. Hanya saja implementasinya masih perlu dimaksimalkan lagi. Dalam menyikapi perubahan kurikulum selama ini, tetap saja masih banyak guru yang belum memahami bagaimana implementasi kurikulum tersebut. Efeknya banyak yang masih menggunakan model dan metode pembelajaran yang konvensional, bahkan meskipun dibantu teknologi yang modern sekalipun. Lalu, apakah harus ditinggalkan kurikulum 2013 ini? Apa yang menjadi kebijakan nantinya tentu sudah berdasarkan hasil riset dan analisis yang dalam.

Saat ini, wacana perubahan kurikulum kita adalah menuju kurikulum prototipe. Menurut KBBI, prototipe adalah model asli yang menjadi contoh. Jika dilihat dari asal katanya, prototipe merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris yaitu prorotype. Secara sederhana, prototipe dapat diartikan sebagai model atau contoh yang dibuat untuk dilakukan uji coba terhadap konsep yang sudah diperkenalkan. Prototipe ini ada untuk mengetahui konsep yang sudah dibuat apakah dapat diimplementasikan atau tidak nantinya.

Kenapa disebut prototipe? Menurut pengamatan penulis, hal ini karena kurikulum ini sudah mulai diujicobakan di beberapa sekolah yang terseleksi menjadi sekolah penggerak. Namun, selama ini belum ada namanya dan lebih sering disebut program sekolah penggerak atau disebut kurikulum paradigma baru. Kalau diperhatikan bagaimana konten kurikulum prototipe seperti yang sudah beredar, maka kurang lebih sama dengan apa yang sudah dipelajari dan dipraktikkan di sekolah-sekolah penggerak.

Apa itu kurikulum prototipe? Beberapa kata kunci yang sering dikaitkan dengan kurikulum prototipe adalah lebih praktis, lebih merdeka, lebih fleksibel, dan lebih bisa dimengerti. Kurikulum ini memberi kesempatan kepada guru untuk berinovasi sesuai kreativitas masing-masing. Atau bisa dikatakan bahwa kurikulum prototipe ini merupakan kurikulum yang memberikan independensi atau kemerdekaan para guru untuk memilih cara atau strategi dalam mencapai tujuannya. Termasuk diantaranya kemerdekaan belajar para guru untuk mendesain dan menerapkan pembelajarannya. Keberhasilan penerapan kurikulum ini tidak akan lepas dari peran guru dan kepala sekolah.

Kurikulum prototipe atau sering disebut sebagai kurikulum paradigma baru merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya. Sesuai dengan konsep paradigma baru, kurikulum ini dirancang untuk mengembangkan murid secara holistik, dalam arti mencakup kecakapan akademis maupun non akademis. Kurikulum ini dirancang berbasis kompetensi yang ingin dikembangkan, dan tidak berdasarkan konten atau materi-materi tertentu. Selain itu kurikulum ini dirancang sesuai dengan konteks budaya dan lingkungan sekolah, serta sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.

Selain bersifat fleksibel dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, kurikulum prototipe ini memiliki karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran, yaitu pembelajarannya brbasis projek untuk pengembangan sof skills dan karakter, serta berfokus pada materi esensial. Dengan demikian diharapkan ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar.

Dalam rancangannya kurikulum prototipe ini menetapkan tujuan belajar per fase untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah. Selain itu, kurikulum ini menetapkan jam pelajaran per tahun agar sekolah dapat berinovasi dalam menyusun kurikulum dan pembelajarannya. Yang menarik dalam kurikulum ini adalah satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk memodifikasi perangkat ajar dan contoh kurikulum operasional yang sudah disediakan pemerintah untuk menyesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Bahkan satuan pendidikan juga dapat Menyusun sendiri perangkat ajar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didiknya.

Diantara wujud merdeka belajar dalam kurikulum ini adalah dalam menyusun kurikulum operasional pendidikan, satuan pendidikan memiliki wewenang dalam pengorganisasian pembelajaran. Adapun jam pelajaran diatur per tahun, bukan per minggu. Dengan diatur per tahun ini, maka satuan pendidikan dapat lebih fleksibel dalam mengatur jam pelajaran. Yang membuat kurikulum ini terlihat berbeda dan menarik adalah adanya projek penguatan Profil Pelajar Pancasila (PPP) yang merupakan kegiatan yang fleksibel, terstruktur, dan lebih berpusat pada peserta didik. Menariknya lagi dalam projek PPP ini tidak perlu ada jadwal kegiatan belajar di kelas, karena peserta didik dapat melakukan penelitian, pengerjaan karya, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan mereka. Tentunya ini menjadi tantangan baru bagi guru karena harus berkolaborasi membuat rencana penilaian projek yang di dalamnya berorientasi pada enam dimensi profil pelajar Pancasila.

Secara garis besar, kurikulum yang merupakan pengembangan dari konsep merdeka belajar ini mengingatkan penulis pada model kurikulum Tyler yang telah berkembang sejak tahun 1945. Langkah-langkah yang ditempuh dalam merumuskan kurikulum operasional sekolah misalnya, ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang dikembangkan oleh Tyler yaitu mengidentifikasi tujuan umum dan khusus, memilih kegiatan belajar yang akan mendukung dan memungkinkan siswa mencapai tujuan, mengorganisasi pengalaman belajar dalam bentuk yang koheren dan logis, serta mengevaluasinya (Ralp Tyler; 1969).

Jika dilihat dari segi jenis kurikulumnya, kurikulum prototipe ini  merupakan jenis supported curriculum, yakni kurikulum yang tercermin dan dibentuk oleh sumber daya yang dialokasikan untuk mendukung dan menyampaikan kurikulum. Ada sumber daya yang dianggap paling penting disini, antara lain: (1) waktu yang dialokasikan untuk mata pelajaran ada pada jenjang pendidikan tertentu , (2) waktu yang dialokasikan oleh guru dari keseluruhan alokasi mata pelajaran untuk aspek kurikulum tertentu, dan (3) adanya buku teks dan bahan pembelajaran lainnya yang disediakan untuk digunakan di dalam pembelajaran (Kemendikbud, 2021). Namun, kurikulum ini juga termasuk the written curriculum jika nanti menjadi kurikulum yang ditetapkan pemerintah.  Dengan kata lain menjadi kurikulum tertulis yang berfungsi sebagai pengendali untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan. Fungsi pokok dari kurikulum tertulis adalah sebagai pengantar, pengendali dan standar. Biasanya kurikulum tertulis jauh lebih spesifik dan komprehensif daripada kurikulum yang direkomendasikan.

Kurikulum prototype ini akan diterapkan di tahun 2022 dan akan dievaluasi sampai tahun 2024. Adanya perubahan kurikulum ini perlu diimbangi dengan penyamaan persepsi dan pemahaman antara penyusun kurikululum atau narasumbernya sampai pelaksana yang ada di level bawah, sehingga para pelaksana di bawah benar-benar memahami apa yang harus dilakukan. Pelatihan mengenai pelaksanaan kurikulum, tentu tidak hanya sekadar menggunakan paparan power point. Andai saja diterapkan apa yang menjadi kontennya tentu berbeda. Misal yang disarankan model pembelajaran discovery learning, maka saat menyampaikan materi juga menggunakan model discovery learning juga. Ini lebih sesuai kebutuhan guru, yang perlu langsung diajak simulasi tentang apa yang seharusnya dilakukan nanti. Karena masalah sebenarnya selama ini adalah pada kurangnya implementasi dan mindset guru. Konsep kurikulum sangat baik dari pusat, namun sosialisasi hingga implementasi di lapangan jauh dari konsep yang diharapkan.

Dalam perubahan kurikulum, perlu juga disesuaikan antara aturan kebijakan kurikulum dengan aturan dapodik. Misalnya kewajiban mengampu 24 jam, barangkali bisa diturunkan menjadi 14 jam misalnya. Selebihnya lebih pada penguatan karakter atau pengembangan life skill. Yang demikian itu lebih bermakna karena peserta didik jadi belajar untuk bekal hidupnya secara real atau mencari solusi permasalahna kehidupan.

            Apapun kurikulumnya, intinya guru harus siap dengan perubahan. Guru harus bisa menjadi manusia pembelajar, menjadi guru merdeka belajar, kreatif, inovatif,  mampu melibatkan peserta didik dalam pembelajaran, dan mau melakukan refleksi. Di sinilah perubahan yang sesungguhnya nanti dapat terjadi. Karena apapun kurikulumnya, guru adalah pemeran utamanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN

PEMIKIRAN REFLEKTIF TENTANG COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK TERKAIT DENGAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DAN PEMBELAJARAN SOSIAL-EMOSIONAL (KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3.)

IMPLEMENTASI MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH