REFLEKSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Sebagai seorang guru, saya menyadari bahwa kegiatan refleksi adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Demikian pula saat saya telah selesai mempelajari modul 1.1. dalam Pendidikan Guru Penggerak yang saya ikuti. Materi tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) meski sudah sekian lama diperbincangkan, tetap menarik bagi saya dan memotivasi saya untuk melakukan evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang selama ini saya lakukan.
Awalnya yang saya ketahui tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran adalah tentang pendidikan adalah bagaimana menumbuhkan potensi anak-anak dengan cara mendidik mereka dengan baik. Pendidikan dan pengajaran merupakan bagian proses memanusiakan manusia. Karena dalam proses pendidikan, anak-anak dapat berproses dan bertumbuh karakternya sesuai nilai-nilai kemanusiaan. Dan yang lebih penting lagi dalam pendidikan, ada proses menuntun anak-anak lebih mengenal diri mereka sendiri, dan juga mampu mandiri dalam menjalani hidupnya nanti.
Pemikiran KHD dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini menurut saya masih sangat relevan. Saat ini kita para guru punya kewajiban mengawal pendidikan untuk zaman yang terus berubah dan semakin destruktif. Saya masih ingat tiga konsep Ki Hajar Dewantara yakni Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Tiga konsep ini sampai kapanpun menurut saya tetap relevan. Tiga kalimat inilah yang dimana-mana didengungkan oleh berbagai kalangan. Entah sudah dipahami dengan baik ataukah belum, namun tiga kalimat ini sangat popularer di kalangan masyarakat.
Saya pribadi memahami bahwa dalam mengimplementasikan ing ngarsa sung tuladha, kita sebagai pendidik harus bisa menjadi teladan. Bahwa guru atau pendidik bukanlah sekadar pekerjaan, tetapi ada komitmen sosial untuk menjadi teladan bagi masyarakat di sekitarnya. Adapun untuk mengimplementasikan ing madya mangun karsa, kita sebagai pendidik harus selalu menguatkan semangat, bukan melemahkan semangat. Kita harus bisa menguatkan kemauan dan membangkitkan semangat. Tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk murid-murid kita, bahkan masyarakat di sekitar kita.
Istilah tutwuri handayani lebih popular lagi di kalangan pendidik. Bagaimana kita sebagai pendidik juga harus dapat memberikan motivasi dan arahan kepada peserta didik. Namun arahan dan motivasi ini tentu lebih ke arah bagaimana kita tetap bisa mandiri dan merdeka dalam berproses dan bertumbuh. Saya sendiri masih terus berproses dalam melaksanakan pemikiran KHD. Terutama dalam hal memiliki kemerdekaan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru. Orientasi murid, murid, dan murid harus menjadi fokus utama. Kalau dalam Bahasa Jawa, saya mengatakan bahwa wani nampa kudu wani ngopeni. Artinya ketika kita di sekolah berani menerima anak sebagai murid kita, maka kita harus berani merawat, mendidik, dan mengajarnya dengan baik.
Setelah saya mempelajari modul 1.1. saya membaca banyak hal tentang pemikiran KHD, diantaranya adalah pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. KHD (2009) mengatakan, “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”
Apa yang disampaikan oleh KHD mengandung makna bahwa kekuatan sosio-kultural menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar. Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa.
Lebih lanjut KHD menyatakan “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (KHD, 2009)
Uraian tersebut lebih jelas lagi dan sangat berkesan di hati saya dengan adanya contoh perbandingan dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. Meskipun pertumbuhan tanaman pada dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat iradatnya padi. Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu, ia juga tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti hanya cara memelihara tanaman kedelai atau tanaman lainnya. Memang benar, ia dapat memperbaiki keadaan padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman yang tidak dipelihara, tetapi mengganti kodrat padi itu tetap mustahil.
Hal lain yang membuat saya berkesan juga adalah penjelasan tentang budi pekerti. Di materi modul 1.1. dalam artikel yang berjudul Dasar-dasar Pendidikan dijelaskan bahwa watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti pada setiap manusia, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran, perasaan-kemauan, sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenang. Penjelasan tentang budi pekerti tersebut sangat cocok dengan konsep “ing madya mangun karsa” yang perlu diimplementasikan oleh para pendidik.
Dari sini saya menjadi semakin memahami lebih dalam bagaimana mengimplementasikan pemikiran KHD dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pembelajaran di sekolah. Karena sejatinya untuk mewujudkan pendidikan yang holistic yang mencakup pertumbuhan cipta, rasa, karsa, dan raga bukanlah hal yang mudah. Dengan belajar di sini saya berharap bisa saling menguatkan antara pendidik satu dengan pendidik yang lain.
Dulu saya sering mendengar para guru mengatakan bahwa apapun itu yang namanya ketela akan tetap menjadi ketela. Dimasak seperti apapun tetap saja rasanya ketela. Demikian pula murid kita. Saya sempat terpengaruh juga dengan pemikiran tersebut mengingat betapa susahnya mendongkrak prestasi mereka. Namun saya mencoba berpikir positif bahwa ketela bisa jadi brownis atau kue tart jika diolah dengan baik dan kreatif. Demikian pula murid-murid. Pasti ada saatnya mereka bisa berprestasi setelah berproses nanti. Saya pun beberapa kali mencoba membuktikan itu. Keyakinan dan optimisme saya semakin menguat setelah mempelajari modul 1.1. ini. Harapan saya terhadap murid-murid setelah saya mempelajari modul ini adalah mereka dapat terlayani kebutuhannya dengan baik dalam pendidikan. Saya berharap murid-murid dapat belajar dengan lebih semangat, senang, dan memiliki growth mindset sehingga kelak bisa menjadi agen perubahan.
Saya pernah menerapkan pembelajaran yang menurut saya sesuai dengan konsep KHD yang menyenangkan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berproses sesuai keunikan mereka. Pembelajaran yang saya lakukan adalah dengan memanfatkan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar murid. Anak-anak terlihat aktif berdiskusi dan dengan senang melaksanakan presentasi hasil diskusinya. Adapun di sekolah, alhamdulillah juga sudah terlaksana beberapa kegiatan penguatan karakter seperti apel tahfidz dan mengaji Al Qur'an, kegiatan bakti sosial, karnafal budaya dalam rangka HUT Sekolah, seni tari, drum band, dan berbagai jenis ekstrakurikuler yang memfasilitasi berbagai potensi murid.
Perubahan adalah keniscayaan. Perubahan tidak bisa kita harapkan dari orang lain. Perubahan akan terjadi dimulai dari diri kita sendiri. Meski saat ini saya baru memulainya dengan optimisme dan semangat untuk melakukan perubahan, terutama perubahan mindset, namun saya yakin pasti bisa memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah. Apa yang sudah saya terapkan dalam pembelajaaran tentu masih perlu perbaikan dan peningkatan. Oleh karenanya saya akan menerapkannya berdasarkan hasil refleksi pembelajaran yang sebelumnya sehingga bisa lebih baik lagi. Tentunya hal ini perlu kolaborasi dan masukan dari guru lain sehingga bisa lebih objektif hasilnya. Saya ingin tidak hanya saya yang menyadari tentang pentingnya pemikiran KHD ini, tetapi semua guru terutama di sekolah saya dapat mengerti dan menerapkannya. Dengan demikian pembelajaran di sekolah ini dapat terlaksana dengan menyenangkan, memperhatikan kebutuhan murid dengan baik, dan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Semoga[]
Komentar
Posting Komentar