PEMIKIRAN REFLEKTIF TENTANG COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK TERKAIT DENGAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DAN PEMBELAJARAN SOSIAL-EMOSIONAL (KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3.)
A.
Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar
Kegiatan
refleksi merupakan salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian karena dapat
mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan
keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis (Bain dkk, 1999).
Bagi saya sebagai Calon Guru Penggerak (CGP), melakukan refleksi secara rutin
diharapkan memberikan ruang untuk merenungi apakah praktik yang dijalankannya
sudah sesuai, sehingga pada masa yang akan datang dapat terus melakukan
perbaikan.
Dari
hasil refleksi yang saya lakukan sebagai Calon Guru Penggerak, ada beberapa hal
yang menjadi catatan saya, diantaranya:
1. Pengalaman/materi
pembelajaran yang baru saja diperoleh
Dalam modul 2.3 saya belajar tentang Coaching
untuk Supervisi Akademik. Modul ini sangat menarik dan banyak materi yang
sangat penting dan bermakna. Dari pembelajaran di modul 2.3. saya memahami
bahwa coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus
pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan
pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
Ki
Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya
atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh
sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk
menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching
sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang
kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’
dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak
kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Untuk
dapat membantu rekan sesame guru dalam mengembangkan kompetensi diri mereka kita
perlu memiliki paradigma berpikir coaching. Paradigma tersebut adalah:
1. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan 2. Bersikap terbuka
dan ingin tahu 3. Memiliki kesadaran diri yang kuat 4. Mampu melihat peluang
baru dan masa depan
Ada 3 prinsip coaching yang saya ketahui
yakni asas kemitraan, proses kreatif dan memaksimalkan potensi. Tentang
kemitraan dalam
coaching yang dimaksud adalah posisi coach terhadap coachee-nya
adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih
rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan
rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari
dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait
dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah
satu sumber belajar bagi coachee.
Adapun
tentang proses kreatif di sini adalah bagaimana proses mengantarkan seseorang
dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan
melalui coaching. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:
1. dua arah 2. memicu proses berpikir coachee 3. memetakan dan menggali
situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru. Sedangkan untuk memaksimalkan potensi dan
memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana
tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin
dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan
ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.
Berdasarkan
ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti namun
untuk kebutuhan Pendidikan Guru Penggerak, kita mempelajari 3 kompetensi inti
yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat
melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah. Kompetensi
inti tersebut adalah kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan
pertanyaan berbobot.
Pelaksanaan coaching menggunakan alur TIRTA,
yakni Tujuan, Indentifikasi, Rencana dan Tanggung Jawab. Tujuan Umum ini merupakan
tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan
yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Adapun untuk
alur identifikasi, coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang
dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.
Rencana yang dimaksud di alur ini adalah pengembangan ide atau alternatif
solusi untuk rencana yang akan dibuat. Sedangkan alur tanggung jawab adalah bagaimana
membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
TIRTA
dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah
banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal,
Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach
perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi
pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee
dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan
dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee
dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Dengan
memiliki paradigma berpikir coaching, kita bersama akan meningkatkan
peran kita di sekolah sebagai seorang supervisor. Supervisor yang dimaksud
dapat diperankan oleh kepala sekolah, guru senior dan rekan sejawat. Supervisi
akademik adalah upaya membantu guru-guru dalam mengembangkan kemampuannya untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Dengan ini berarti esensi supervisi akademik itu
sama sekali bukan menilai untuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,
melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Ada 3 tahap
dalam melakukan supervisi, yakni pra observasi (perencanaan), observasi
(pelaksanaan) dan pasca observasi (tindak lanjut).
Percakapan-percakapan
coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam
menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan
motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan
diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya pembelajaran
yang berpihak pada murid.
Dalam materi supervisi akademik saya belajar bahwa pelaksanaan
supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan
dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan
tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada
kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan
jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.
Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi
pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis.
Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti
percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi
dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang
pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.
2.
Emosi-emosi yang
Dirasakan Terkait Pengalaman Belajar
Emosi-emosi yang hadir sebelum pembelajaran modul
2.3 adalah antusias karena sepertinya banyak tantangan dalam belajar coaching.
Saat mempelajari modul ini saya merasa senang berkolaborasi dengan rekan-rekan dan
melaksanakan praktik coaching baik di ruang kolaborasi maupun demonstrasi
kontekstual. Lalu selanjutnya saya merasa optimis mengimplementasikan semua
yang saya pelajari di modul 2.3.
Meski saya sedikit mengalami kendala tentang jadwal
presentasis coaching yang bertepatan dengan adanya tugas kedinasan yang lain,
tetapi saya bersyukur karena semua dapat teratasi dengan baik.
3.
Keterlibatan
dalam Proses Belajar
Dalam
proses pembelajaran tentang coaching, yang sudah baik dirasakan dalam
melibatkan diri adalah sudah mampu berkolaborasi dengan rekan sesama CGP saat
mempraktikkan proses coaching baik sebagai coach, coachee dan
observer. Saya juga melibatkan diri dari setiap diskusi yang dilakukan terkait
modul 2.3 ini.
Meski
sempat mengalami kesulitan pengaturan jadwal tetapi saya berusaha untuk tetap
terlibat aktif dan menyesuaikan jadwal rekan-rekan satu kelompok saat praktik
coaching.
4.
Yang Perlu Diperbaiki
Terkait Keterlibatan Pembelajaran
Dalam
keterlibatan dalam proses pembelajaran, yang masih saya harus perbaiki adalah
kemampuan dalam mengajukan pertanyaan yang berbobot. Pertanyaan berbobot ini
akan mampu menggali permasalahan coachee dan tentunya akan membantu coachee
dalam membuka pemikiran atau solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya.
5.
Keterkaitan
terhadap Kompetensi dan Kematangan Diri Pribadi
Keterkaitan
terhadap kompetensi dan kematangan pribadi setelah mempelajari modul 2.3,
tentunya saya merasa ada progress yang baik. Ada proses bagaimana tetap
bersikap tenang meski banyak tantangan, dan ada proses mendengarkan aktif serta
berempati bagaimana permasalahan orang lain. Saya juga sudah mulai berlatih
coaching metode TIRTA yang beriringan dengan mendengarkan dengan RASA.
B. Analisis untuk Implementasi dalam Konteks CGP
1.
Memunculkan
pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih
jauh
Bagaimana
prinsip coaching ini diterapkan dalam supervisi akademik di sekolah?
Sangat penting bagi Kepala Sekolah untuk menguasai
teknik coaching dalam melakukan supervisi akademik. Supervisi seharusnya tidak
hanya menilai penampilan guru saja, namun juga menggali potensi profesionalitas
dari seorang guru. Tujuan supervisi harus jelas dengan melakukan percakapan
sebelum observasi (pra observasi). Selama observasi, supervisor harus menilai
sesuai data sehingga menimbulkan refleksi yang bermakna setelah observasi
(pasca observasi). Dalam pelaksanaan supervisi dengan paradigma coaching harus
menerapkan prinsip coaching yakni kemitraan, proses kreatif, dan
memaksimalkan potensi.
Kepala
Sekolah sebagai seorang supervisor dengan paradigma berpikir seorang Coach
akan senantiasa menjadi mitra pengembangan diri para guru dan rekan sejawatnya
demi mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Percakapan-percakapan antara supervisor dan para guru senantiasa memberdayakan
sehingga setiap guru dapat menemukan potensi dan meningkatkan kompetensi yang
ada pada setiap individu. Supervisi akademik menjadi bagian dalam perjalanan
seorang pendidik menuju tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid dan membawa
setiap murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
2.
Mengolah materi
yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight)
baru
Coaching
merupakan salah satu bentuk kepemimpinan pembelajaran yang berpihak kepada
murid. Dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid, guru harus
menguasai berbagai kompetensi sosial dan emosional, bukan hanya aspek kognitif
saja. Dengan menguasai kompetensi tersebut, maka supervise akademik yang
dilakukan oleh supervisor dengan teknik coaching akan meningkatkan kinerja guru
dalam dan performa guru dalam melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Dari
pembelajaran di modul 2 ini saya mendapatkan insight bahwa dalam pembelajaran
sangat penting keterampilan sosional emosional, kemampuan mendengarkan aktif,
keterampilan membuat pertanyaan berbobot, dan keterampilan berempati dan
memahami orang lain. Keterampilan ini ada pada proses coaching dan
sangat membantu para guru untuk memahami kebutuhan murid sehingga pembelajaran
yang dilaksanakan dapat sesuai dengan kebutuhan murid.
3.
Menganalisis
tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun
daerah)
Dalam setiap interaksi
keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu memiliki
paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat
kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Melalui supervisi akademik
potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai dengan kebutuhan yang nantinya
dapat membantu para guru dalam proses peningkatan kompetensi dengan menerapkan
kegiatan pembelajaran baru yang dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu
strategi yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui
percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik.
Tantangan
terberat adalah menyamakan persepsi tentang coaching dalam supervisi akademik
baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Selama ini supervisi
dianggap sebagai hal menakutkan karena ada kesan bahwa supervisor adalah orang
yang mencari kesalahan atau guru sendiri cenderung tidak ingin disalahkan. Padahal
hakikat supervisi seharusnya meningkatkan kinerja dan performa guru. Oleh
karenya perlu ada perubahan paradigma dan growth mindset di kalangan para
pemangku kepentingan, terutama pada guru dan kepala sekolah.
Supervisi akademik dengan
paradigma berpikir coaching memberikan sebuah dimensi pertumbuhan dan
pengembangan diri yang seringkali hilang dari esensi sebuah rangkaian supervisi.
Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam
(metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas
sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar
yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata
demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.
4.
Memunculkan
alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
Dari
tantangan-tantangan yang ada, solusi yang ditawarkan adalah: (1) Perlu adanya sosialisasi
dan pembekalan mengenai hakikat supervisi akademik yang esensinya untuk meningkatkan
performa guru. (2) Para pemangku kepentingan termasuk Pengawas dan Kepala
Sekolah perlu dibekali dengan pelatihan atau pembekalan tentang keterampilan
coaching. (3) Setiap Calon Guru Penggerak memperbanyak praktik coaching baik
kepada murid maupun rekan sejawat agar coaching semakin memasyarakat.
C. C. Keterhubungan Materi dengan Pengalaman
1)
Pengalaman Masa
Lalu
Saya
pernah disupervisi oleh pengawas sekolah dalam Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah. Pada saat itu kami berbagi tugas, dan kebetulan saya mendapatkan
bagian tentang standar penilaian. Saya merasa takut karena saya merasa akan
dinilai seperti ujian. Kegiatan supervisi ini dilakukan langsung observasi
tanpa ada pembicaraan pra observasi. Namun saya bersyukur mendapatkan umpan
balik terhadap apa yang sudah saya lakukan dan perbaikan apa yang sudah saya
upayakan terkait penilaian atau asesmen.
Jika
dikaitkan dengan kondisi saya saat ini, yakni setelah mempelajari modul 2.3.
yakni Coaching untuk Supervisi Akademik, saya berpendapat bahwa supervisor, kepala sekolah,
atau guru yang memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching tentu
akan lebih maksimal dalam membantu pengembangan diri dan rekan sejawat.
2)
Penerapan di
Masa Mendatang
Supervisi
akademik haruslah meningkatkan performa guru dalam melakukan pembelajaran yang
berpihak pada murid. Supervisi akademik dengan proses coaching
menerapkan 3 prinsip yakni asas kemitraan, proses kreatif dan peningkatan
potensi.Dengan adanya supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching
sangat membantu para guru meningkatkan kompetensi coaching adalah kunci pembuka
potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Jika
keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai
pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching
membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi
yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi
internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan
diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas
pembelajaran yang berpihak pada murid
3)
Konsep atau
praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
Dari
modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferesiasi, kita para guru dapat
melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid sesuai dengan filosofi Ki
Hajar Dewantara. Sebagaimana kita tahu bahwa Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan
pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga
dapat memperbaiki lakunya dan bahkan mencapai kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Ketika guru melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi maka
guru menuntun anak sesuai dengan kodratnya, sesuai minat belajar, kesiapan
belajar, dan profil belajarnya sehingga cara memfasilitasinya sesuai dengan
kebutuhan anak.
Jika para guru memiliki
keterampilan coaching dengan baik maka guru akan dapat menuntun segala
kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai
manusia maupun anggota masyarakat dengan baik pula. Dengan proses coaching murid
diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik
sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar
murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan
dirinya.
Jika
dihubungkan dengan materi pada modul 2.2, dalam menjalankan nilai guru
penggerak sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus melakukan budaya positif
dengan visi dan prakarsa perubahan yang berpihak pada murid. Salah satu cara
dalam mengembangkan suasana positif dalam kelas adalah dengan menerapkan
pembelajaran 5 KSE. Dalam 5 KSE, terdapat teknik STOP dan mindfulness
untuk dapat menciptakan suasana kelas menjadi lebih kondusif. Saat melakukan
coaching pun, coach harus melakukan teknik mindfulness agar selama proses
coaching, coach hadir sepenuhnya dalam semua sesi tersebut.
Keterkaitan
materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching
maka pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin
untuk memenuhi kebutuhan belajar murid yang terdiri dari kesiapan belajar,
minat belajar, dan profil belajar siswa.
Langkah
untuk memetakan kebutuhan individu murid tersebut, guru bisa berperan sebagai
coach untuk melakukan proses coaching dengan murid sebagai coachee. Hal
tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri murid sehingga akan
menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu murid. Proses coaching
sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan
oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.
4)
Informasi yang didapat
dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
Dalam
mempelajari dan meningkatkan pemahaman tentang coaching dalam supervisi
akademik, banyak sumber yang bisa saya gunakan di luar modul PGP, antara lain: buku-buku
referensi, media sosial seperti youtube, platform-platform yang kontennya tentang
praktik baik, belajar di komunitas praktisi, bertanya pada orang-orang yang
lebih berpengalaman, dan lain-lain.
Komentar
Posting Komentar